Saturday 1 November 2014

Tentang mendidik anak

Salah satu yang saya pelajari dari budaya Eropa Amerika dan Jepang adalah tingginya penghargaan mereka terhadap kebaikan. Terlepas jika mereka memandang kaum Muslim dengan "kacamata kuda", sehingga rendah sekali penghargaannya.Tetapi jika sesama bangsanya akan lain ceritanya. 

Ada satu acara mereka, namanya kalau di Amerika adalah America's got talent, kalau British namanya Britain's got talent. Mereka katakan kepada anak-anak bangsanya, "Carilah bakatmu! Asahlah sebaik-baiknya! Dan.. tunjukkan!" Untuk semua orang akan dihargai sama, tidak ada pembedaan umur dan strata sosial, apalagi tampang. Siapapun boleh tampil asal berbakat. Efeknya tentu akan luar biasa, telah ratusan ribu yang mendaftar. Setiap orang akan termotivasi, dan diakui atau tidak kekurangan dari setiap individu pasti ada, namun kelebihannyalah yang akan disorot.

Bangsa kita sudah meniru acara-acara tersebut, namun tetap saja terasakan ada yang berbeda dengan apa yang mereka adakan. Kreativitas dan ide, jelas sangat jauh berbeda. Terus terang saya sangat kagum dan tidak terpikir. TIDAK HANYA PESERTANYA, seluruh pendukung acara sepertinya tahu bagaimana membangkitkan emosi penontonnya di seluruh negeri/dunia, mulai dari kameramennya, jurinya, penonton di dalam studio yang masing -masing saling menguatkan skenario di acara tersebut. Dan jika kita bandingkan dengan acara serupa di negara kita, maka kita ibarat melihat timnas sepak bola kita yang diadu dengan timnas Spanyol, terlihat sekali timpangnya bagaimana team work dan skill individunya dari kedua kesebelasan.
Satu yang mungkin menjadi alasannya adalah bahwa mereka sudah menerima penanaman nilai dari profesinya beserta penghargaannya sejak dini. Tidak ada suap menyuap, atau  faktor ketidakjujuran. Mereka percaya yang baik pasti dihargai. Apakah nilai-nilai tersebut sudah ada di Indonesia? Baru saja ada pertandingan sepakbola divisi utama, terjadi 5 gol, dengan kesudahan 3:2. Sepintas tidak ada yang janggal, namun kalau melihat proses terjadinya gol, baru kita paham adanya orang-orang tidak jujur dibelakang pertandingan tersebut. Ya..5 gol yang terjadi semuanya dari proses bunuh diri, alias memasukkan gol ke gawang sendiri. Yang tuan rumah membobol gawang sendiri 2 kali, sedangkan sang tamu membobol gawangnya sendiri sebanyak 3 kali.

Di balik kesedihan akan nilai-nilai kejujuran yang ada di bangsa kita, saya tetap yakin masih ada banyak orang yang terdidik sedari kecil maupun menempa diri sendiri dengan atau tanpa bimbingan orang tuanya yang Allah tetap jaga eksistensinya di bangsa kita. Walau kebanyaka dari mereka tidak terekspos, namun cukuplah kita di perlihatkan Allah sedikit dari beberapa sosok tersebut. Contoh menarik dapat dilihat di (https://www.facebook.com/141694892568287/photos/a.144983902239386.35784.141694892568287/482760505128389/?type=1).

Yang jadi bahan renungan saya, sebuah pertanyaan sederhana, yang mungkin belum pernah saya tanyakan kepada anak-anak saya dalam bahasa yang gamblang dan jelas bagi mereka. Pertanyaan itu: "Apa yang engkau inginkan untuk menjadi amalan terbaikmu?" dan sebuah penguat yang akan kami sampaikan ke anak-anak. "Jika itu adalah untuk Allah dan kebaikan, dan sesuai syariah, Insya Allah Abah dan umi akan sekuat tenaga mendukungmu". 

Tentu saja kita tidak hanya berpikir ibadah mahdhoh saja. Dan tentu saja hal itu untuk masa depan mereka, masa depan abadi yang tidak ada masa depan sesudahnya, yaitu akhirat. Jika itu untuk bekal akhirat, maka Allah pasti cukupkan bekal dalam perjalanan didunia ini untuk menuju akhirat.

Sehingga Insya Allah nanti, kami orang tuamu, dan tentu saja engkau sendiri dapat berdiri dihadapan Allah dengan sepenuh keyakinan, bersaksi tentang apa yang telah diperbuat untuk manusia Indonesia dan juga semesta.

No comments:

Post a Comment