Tuesday 31 July 2012

Jagongan ba’da taraweh dg Mendikbud, Dirjen dikti, dan Rektor


“Mau jadi orang besar kok kuliah di universitas kecil”. Sebuah ungkapan spontan yang muncul di dalam hati seorang gadis puluhan tahun yang lalu saat dia dibujuk oleh salah satu universitas untuk tidak membatalkan dan menarik kembali uang kuliah yang sudah terlanjur dia setorkan. Pertanyaannya, kenapa sampai dia membatalkannya? karena disaat yang bersamaan ternyata dia juga diterima di FMIPA ITB. Seiring berjalannya waktu gadis tersebut akhirnya mengabdikan ilmunya di almameternya. Ini sekedar intermezo untuk membuka cerita ttg kampus, dan tidak bermaksud menyinggung siapapun karena dalam rangkaian ceritanya kepada kami tentang bagaimana dia jatuh cinta pada Fisika ITB.
Seperti yang telah saya share beberapa waktu lalu tentang kedatangan bp. Dahlan Iskan di kampus, perkenankan saya juga akan share hal-hal yang menarik terkait kedatangan pak M. Nuh dan pak Djoko Santoso (dirjen dikti/mantan rektor). Seharian kemarin (Sabtu, 28 Agt 2012) Mendikbud berkeliling dari satu acara ke acara lainnya di ITB. Dari pagi, beliau memberikan orasi ilmiah pada acara penerimaaan mahasiswa baru, sampai kemudian berdialog dg mhs penerima beasiswa bidik misi di halaman masjid Salman, memberikan kultum taraweh (kuliah 30 menit), dan ditutup jagongan dg mahasiswa setelah sholat taraweh sampai jam 10 malam. Sebelum ke masalah “inti” terkait UU Dikti, yg menyangkut kita baik sebagai mahasiswa maupun dosen, ijinkan saya sedikit cerita tentang acara penerimaan mahasiswa baru. Acara tersebut menarik agar kita bisa memetik hal positif yg mungkin bisa juga kita terapkan di kampus tercinta masing2.
Saya mengamati, bahwa menjadi tradisi ITB utk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai “kehebatan” ITB sejak awal kepada mahasiswanya, sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki mereka ditempat yg nantinya juga akan melepas mereka ketika meninggalkan almamaternya. Tidak lain untuk membuat mereka sadar ttg beban nama baik, dan menjadi penyemangat untuk melakukan apa yg telah ditanamkan kepada mereka. Pidato rektor dibuka dengan Ucapan “Selamat datang calon pemimpin global” (targetnya sekarang tidak hanya Indonesia), rektor jg mengingatkan perlunya interaksi sosial (tahun lalu ada 1 mhs bunuh diri), beliau juga mengingatkan akan adanya amanat memajukan Indonesia dibalik kesempatan menjadi putra putri terbaik bangsa. Sidang pun segera dilanjutkan dengan kuliah umum dari M.Nuh. Nuh pun berpesan kepada mahasiswa baru supaya tetap bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dan bekerja keras. Tentang sikap jujur, saya pernah melewati suatu kelas yg sedang “memajang” beberapa mahasiswa yang sedang membacakan janji, dimana janji itu ditampilkan di layar dg bantuan proyektor. Mereka berjanji bersama-sama didepan dosen dan temen sekelasnya untuk tidak mengulangi tindakan yg tidak jujur dalam ujian...dalam hati satu satunya komentar saya “wow”, utk sanksi sosialnya, itu belum sanksi akademiknya. Di kesempatan yg lain, disamping pintu ruangan TU sebuah fakultas saya pernah membaca nama-nama mahasiswa beserta nim-nya yg ketahuan mencontek beserta nilai awal dan disampingnya nilai akhir yg diturunkan sebagai hukuman atas menconteknya. Saya dan seorang temen pun pernah mengawasi ujian akhir suatu mata kuliah, dan kami juga mencatat beberapa nama mahasiswa yg kami lihat berbuat curang, kemudian tanpa ada protes, tawar menawar, maupun negosiasi dari siapapun, akhirnya nama yg tercatat tersebut mendapat nilai E. Sesuai aturan di kampus, kalau mencontek ada teguran (teguran itu setelah nilai dikeluarkan, bukan teguran saat berlangsung ujian di kelas), kemudian teguran tertulis, dan yg ketiga di DO. Begitulah enaknya kalau konsisten dg aturan.
Kembali ke acara sidang...Sidang dilanjutkan kembali dengan orasi ilmiah tentang “Aplikasi Ilmu Hayati dalam Menjawab Tantangan Pangan di Abad ke-21, juga pemberian penghargaan kepada dosen berprestasi, mahasiswa berprestasi, dan penerima Ganesha Prize. Penghargaan ini diberikan menurut prestasi masing-masing bidang dosen, fakultas, dan program TPB dan diberikan oleh Akhmaloka bersama dekan dari tiap fakultas. Menarik disini bahwa mahasiswa baru sudah diperkenalkan dengan arti dari “penghargaan dan “kompetisi”, bahkan sejak awal, dalam wujud pemberian penghargaan. Penghargaan dari menteri pendidikan dan kebudayaan pun diberikan untuk peraih Ganesha Prize tahun ini, Hendra (TK ‘08). Paling tidak ada mahasiswa-mahasiswa yang dalam hatinya tercetus untuk dikemudian hari merekalah yang berdiri didepan dan menerima penghargaan.
Saat menjelang berbuka pak Nuh berdialog dengan para penerima beasiswa bidik misi, mereka ditanya tentang IPK (ada mahasiswa Farmasi yang IPK 3,85), pekerjaan orang tua, dan aktivitas di kampus. Pak nuh berpesan supaya mereka bangga dengan orang tuanya sebagaimana beliau juga bangga dengan orang tuanya yg mempunyai anak 10 orang walau hanya berprofesi sebagai tukang krupuk. Dan beliau juga menganjurkan mahasiswa agar membawa orang tuanya utk diperkenalkan ke dekan ataupun ke rektor agar orang tuanya tahu bahwa anak mereka sekolah di tempat terbaik. Di akhir acara beliau membagikan buku Chaerul Tanjung ke semua mahasiswa penerima beasiswa dengan maksud agar mereka termotivasi, bahwa mereka juga akan bisa menjadi orang hebat...(memotivasi mahasiswa lagi..)
Ba’da sholat isya pak Nuh memberikan ceramah ttg definisi hati dan perumpaan sebuah rumah yang mempunyai halaman depan, ruang tamu, kamar pribadi dan brankas, yang berkorelasi dg hati (Al Shodr, Al Qalb, Al Fuad, dan Al Lub), serta 5 pohon yg harus ditanam di halaman rumah agar mengundang sebanyak orang masuk ke rumah untuk merasakan Islam. 5 pohon tersebut adalah: pohon Ilmu, pohon kejujuran, pohon sabar, pohon amal, dan pohon kasih sayang, Ceramah ditutup dg syair Arab yg beliau dendangkan...pak Kyai Nuh. Setelah shalat taraweh, saya perhatikan Pak Nuh menjawil imam sholat. Ternyata beliau mengenali bahwa imam sholatnya adalah keponakannya, dan mahasiswa itu memang dari tadi tdk menyapa beliau..hehe kan jadi Imam sholat. Mahasiswa teknik sipil angkatan 2011 tsb memang salah satu imam Salman dan benar keponakan pak Nuh. Demikian bangganya pak Nuh karena yg mengimami keponakannya, sampai kemudian diperkenalkannya ke ketua Yayasan Salman (yg ini tentu sudah kenal, dan hanya senyum2), dan juga kepada dirjen dan rektor.
Menjadi kebiasaan di masjid Salman, jika ada pejabat pemerintah datang dan sholat taraweh, maka ada acara tambahan setelah sholat taraweh, yaitu acara jagongan dengan mahasiswa. Jagongan karena antara para pejabat dan mahasiswa tidak ada jarak dan bahkan bisa bersebelahan dalam posisi duduk melingkar. Malam itu memang spesial karena menterinya pendidikan hadir, direkturnya pendidikan tinggi hadir, rektor perguruan tingginya pun hadir. Sehingga pertanyaan-pertanyaan mahasiswa bisa dijawab oleh orang-orang yang tepat. Isu yang dibahas sangat beragam, mulai dari hubungan antara pendidikan dan tingkat kesejahteraan rakyat, bagaimana pak Nuh dari dunia pendidikan dapat masuk ke pemerintahan, kualitas guru yg gitu-gitu saja walau sudah ada sertifikasi dan akan dilakukannya uji kompetensi, mahasiswa yang prihatin karena di daerahnya (pedalaman Riau) murid2 tdk punya buku pelajaran dan hanya belajar dari LKS, suka duka mahasiswa yang nekat masuk ITB tanpa punya biaya apa2 (saat itu belum ada beasiswa bidik misi), pendidikan berkarakter dan implementasinya, peran Kemendikbud dalam membendung budaya K Pop yang melanda remaja Islam, ada juga mahasiswa yang ngefans dan meminta tipsnya pak Nuh karena ingin seperti beliau. 
Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana beliau masuk ke pemerintahan dan juga terkait tips, begini jawaban beliau: "Saya dulu di kampus memulai karir di masjid mulai dari nggelar kloso (tikar), kemudian naik pangkat menjadi yang mengumumkan pengumuman menjelang khotbah, kemudian yang menjemput khotib, kemudian menjadi badal khotib (khotib pengganti), dan kemudian menjadi khotib. Kesemuanya itu terjadi begitu saja, karena kita sudah dari jauh-jauh hari belajar dan mempersiapkan diri. Jadi ketika waktunya dan kesempatannya sudah datang, kita juga sudah siap. Mulai dari sekarang kalau bisa mahasiswa sudah menyapkan 3 hal, yaitu ilmu+kemampuann, networking, doa (jangan lepas dari shalat tahajud, shalat dhuha). Insya Allah kalau kalaian punya kemauan, pasti akan ada jalannya.
Terkait UU Dikti, menurut pak Nuh, nantinya tidak ada lagi siswa yang berprestasi tapi tidak bisa kuliah karena alasan biaya. Karena nanti ada bantuan pemerintah dan perguruan tinggi wajib menyediakan kursi bagi mahasiswa yang tidak mampu. Juga nantinya ada alokasi dana sebanyak 30% bagi penelitian dosen (Pemerintah mengalokasikan dana bantuan operasional PTN dari anggaran fungsi pendidikan, yang mana paling sedikit 30% untuk dana Penelitian di PTN dan PTS). Sehingga tidak ada lagi dosen yang tidak melakukan penelitian (semua dosen). Tentang yang terakhir ini saya lihat di ITB sudah diterapkan, seorang dosen paling tidak mempunyai satu hibah penelitian dari ITB/Dikti. Ngobrol-ngobrol dengan temen dosen Jember, mungkin salah satu sebab begitu akurnya dosen di Fisika ITB karena semua dosen punya “mainan sendiri” jadi tdk sempat melakukan “hal lain”.
Pertanyaan selanjutnya bagi kita yang di bawah Kemenag, apakah masing-masing dosen yang bernaung dibawah Kemenag juga akan memproleh dana penelitian dari anggaran yang 30% tersebut? Eh pertanyaan itu sepertinya terlalu dini untuk ditanyakan, karena sepertinya UU Dikti berlaku di lingkungan Dikti, tidak akan berimbas pada DIKTIS...namanya juga UU Dikti bukan UU Diktis (...ngapunten, dikoreksi kalau salah)
Salah satu pertanyaan yang menarik dan sering terjadi dimanapun kita berada adalah masalah keterlambatan beasiswa. Seorang mahasiswa teknik Geologi semester 6 bercerita bahwa karena cita-citanya yang begitu menggebu untuk bisa kuliah di ITB, dia tidak lagi memikirkan bahwa orang tuanya tidak bisa membiayai sekolah. Satu-satunya modalnya adalah NEKAT, dan saat dia sudah diterima sebagai mahasiswa ternyata memang dia mendapat beasiswa, walaupun katanya beasiswa tersebut sering terlambat sampai beberapa bulan. Pak Nuh menjawab bahwa sekarang mulai dirancang bahwa beasiswa itu dianggap sebagai upah, sehingga seperti gaji pegawai, yang setia Januari sudah pasti keluar, tanpa harus disyahkan anggarannya melalui DPR. Karena kalau mekanismenya tidak sebagai upah maka keterlambatan itu akan terus terjadi. Saat saya mendengar penjelasan itu, alangkah baiknya kalau Kemenag juga punya pemikiran yang sama, sehingga nasib kami yang harus menunggu cairnya beasiswa samapai 1 semester tidak berulang setiap tahun. Apalagi saya dengar akan ada beasiswa keluar negeri yang diadakan Kemenag mulai tahun ini. Jangan sampai teman2 yang nantinya berangkat kuliah ke luarnegeri belum ada kepastian sampai berbulan-bulan lamanya tentang nasib pencairan uang kuliah dan living costnya. Bagaimana akan bisa kuliah dengan kosentrasi penuh, sedangkan disaat bersamaan harus mencari hutangan atau bahkan bekerja untuk menyambung hidup...kenapa belajar untuk kepentingan negara akan sesengsara itu?

Sudahlah...akhirnya kata itu yang akan mengakiri cerita panjang dari sebuah perguruan tinggi yang menapaki cita-cita globalnya. Tidak perlu ada yg diirikan, yg baik diambil manfaatnya, yg bikin iri dibuang jauh dari hati kita. Akan indah dan banyak perbedaan bagi masa depan Universitas kita tercinta jika model “jagongan” informal di masjid juga ada di masjid “laboratorium” kita...mahasiswa terlatih untuk berdialog dengan santun...pejabatnyapun tidak kapok untuk juga berbagi. Tentu saja selain dengan pejabat kampus juga dengan pejabat2 dari Jakarta yang juga mau “mampir”. Hehehe..iseng aja, kenapa tidak banyak pejabat yg mau mampir ditempat kita? masing-masing kita tahu jawabnya.

Akhirnya kita bisa memandang dari berbagai perspektif, terkait pernyataan dosen saya di awal tulisan diatas.

Yang terus belajar dan belajar untuk berbagi

Thaqibul Fikri N

*Info dari Pak Nuh: Unibraw akan menerapkan kenaikan SPP progressive utk mahasiswa yang memasuki semester 9 (ada kenaikan 15 persen), jika semester 11 belum lulus juga SPPnya menjadi 30% dst. Karena kalau tidak tepat waktu kuliah dianggap telah menghambat masuknya adik2nya yg baru karena dia menggunakan uang rakyat diluar batas waktu yang telah ditentukan