Wednesday 13 November 2013
Sunday 21 July 2013
Tentang Kuliah dan Hafalan Al Quran
Kereeen..lulus S2 bertambah pula hafalan Al Qurannya....
Beberapa minggu yang lalu ada selip bahagia berwarna lain, diantara
ragam kabar bahagia tentang kelulusan ujian ke-2 dari beberapa sahabat.
Selip bahagia 1: Terasakan indah sejuk hijau saat simak lantunan surat
terakhir di juz 29 berhasil dituntaskan. Masih segar dalam ingatan
ketika memulai dengan Al Mulk, dua tahun yang lalu. Sebentuk azzam hadir
tuk membersamai waktu-waktu yang terlalui selama studi dengan hafalan
yang juga terus menambah. Termaklumi bahwa 1 Juz selama dua tahun
bukanlah jumlah yang banyak bagi sebagian orang. Namun teruntuk yang
tinggal di lingkungan kost dengan beragamnya teman beserta macam
kegaduhannya, ditambahi beragam aktivitas kuliah maupun organisasi, maka
yang tertatih-tatih berusaha setor di tiap mingguannya adalah capaian
juga. Beberapa hari setelah itu menyusul bahagia kedua: Bincang hangat
di senja hari saat tujui Salman bersama seorang sahabat Kamil, dapati
kabar bahwa beliau telah masuk ke hafalan juz 1. Dan..ingatan ini
kembali menerawang sang waktu tatkala kurang dari 1 tahun yang lalu
beliau memulai hafalan dengan juz 30, disusuli juz 29 dan 28. Ya,
setelah belum genap 1 tahun, diantara padatnya kuliah dan tugas, beliau
sudah memasuki juz keempat yang dihafal, Masya Allah…
Sahabat,
sungguh ingin kita menjadi seperti mereka. Ada nilai lebih yang kan
kita bawa sepulang menyelesaikan studi-studi kita. Ada lebih dari ilmu
dan ijazah yang bisa kita hadiahkan bagi orang-orang yang kita cintai.
Dan yang paling utama ridho Allah Azza wa Jalla untuk kemudian menjadi
keluarga Allah di akhirat. Yang mana akan naik dan terus naik ke surga
sampai kemudian berhenti di tingkat tertinggi di ayat terakhir yang
dibacanya. Yang dapat memberikan hak syafaat kepada 10 anggota
keluarganya. Yang padanya dipakaikan pakaian dan mahkota kehormatan.
Juga pada kedua orang tuanya teranugerahkan pakaian kehormatan, yang
karenanya terbersit tanya dari mereka, “Kenapa kami di beri dengan
pakaian begini?”. Kemudian di jawab, “Kerana anakmu hafal Al Quran.”
Sahabat, sungguh rasa sayang kita dengan Ramadhan ini tiada
terbantahkan, kesyukuran kita dipertemukan Allah dengan Ramadhan ini tak
terbilangkan. Akhirnya, Akankah bertambahnya ayat-ayat Al Quran dalam
hafalan kita bisa menjadi bukti wujud rasa syukur atas nikmat Rabb
semesta alam tersebut?
Ijinkan ditutup dengan dialog imajiner
dalam suatu angan berikut: 10 tahun sejak kelulusannya dari kampus ITB,
seorang bapak bersama anaknya berjalan susuri kampus ditimpali
dialog-dialog ringan yang muncul. “Nak di kampus ini bapakmu dulu
menyelesaikan hafalan Al Quran juz 29”, kata sang bapak. Bukannya bapak
dulu disini sekolah S2?” telisik sang anak. “Iya nak, bapakmu dulu juga
belajar disini, tapi adalah juz 29 tersebut yang paling membahagiakan
batin bapak, selain juga ilmu dan kelulusan. Karena sejak itu,
Alhamdulillah bapak jadi bersemangat menghafal sampai tuntas 30 juz,” jawab sang bapak.
Bagi sahabat Kamil semua, semoga barokah segala niatan dan ikhtiyar
hafalannya. Dari yang sedikit, namun terus bertambah kebaikannya, baik
dalam kesempitan maupun kelapangan, terjaga istiqomah, tertuntaskan 30
Juz baik dalam laku, ruh, dan pikiran sampai akhir hayat. Amin ya robbal
‘alamin
Wednesday 5 June 2013
Tentang Merawati Cara Berkata-kata:
Tentang
Merawati Cara Berkata-kata:
Merawati
cara berkata-kata adalah suatu kegiatan yang harus diagendakan. Dalam
lingkungan terkecil berupa keluarga, bisa jadi adalah tempat terbaik untuk
berlatih merawati cara berkata-kata. Terus terang saya sendiri sedang sangat
menikmati "rasa" berkata-kata ini di keluarga, apalagi jika sudah
mulai mendengar anak-anak merespon dengan full passion bahasan-bahasan seputar
sekolah, teman-temannya, atau kegiatan kesehariannya.
Sampai
kemudian terbersit tanya, akankah 10 tahun kedepan masih seseru inikah orang
tua akan berkata-kata dengan anaknya? Kira-kira kalau anak juga boleh
menerawang 10 tahun lagi, pertanyaan anakpun akan sama. Apakah 10 tahun lagi
akan seseru ini ngobrol dengan ortunya? Dikembangkan lagi, pertanyaan yang sama
juga bagi yang sudah berpasangan, akankah 10 tahun lagi berkata-katanya masih
seseru seperti di 3 tahun pertama perkawinan? Apakah semakin berkurang umur
disemua pihak akan semakin banyak diamnya alias sedikit berkata-kata,
tergantikan semakin banyak bahasa tubuh, bahasa simbol sebagai alat komunikasi?
Sekedar jawaban singkat, ketus, anggukan, gelengan, atau dengusan? Antara anak
dengan ortunya, antara suami dengan istri? Sedangkan jika yang tersebut itu
berada di luar rumah dengan pihak lain, bisa begitu deras, riuh, dan betah untuk
berkata-kata..#Bagi saya, baru membayangkan saja sudah merasa begitu
mengerikannya#.
Kalau di
luar rumah begitu riuh, maka hilangnya minat berkata-kata dalam sebuah keluarga
(atau dalam suatu hubungan apapun) ternyata belum tentu karena tak ada lagi
kata, tetapi lebih karena hilangnya ketertarikan untuk berkata-kata. Kata
seorang pakar budaya, maupun guru saya, Ketertarikan itu meredup dan kemudian
hilang karena “seni” berkata-kata yang tidak terawat. Berkata-kata tidak hanya
berbuah pernyataan. Kapan ortu harus sudah mulai mengurangi berkata-kata,
dengan lebih banyak mendengar dan memberi peragaan keteladanan bagi
anaknya..itu adalah juga seni berkata-kata.
Bayangan
mengerikan rumah yang miskin kata-kata inilah yang membuat saya terpikir
nasehat guru saya, tentang pentingnya terus menerus merawati cara berkata-kata.
Dan cara terbaiknya ternyata dengan merawati hati. Katanya hati yang terawat
dengan siraman, pupuk dan cahaya iman, maka dengan sendirinya akan membaikkan
apa yang disekitarnya.
Guru saya
berikutnya menyederhanakan bahasannya dengan berkata, “Kalau mulut ini secara
ideologis hanyalah pasukan dari hati. Jadi ini pasti bukan hanya soal seni
berbicara; ini soal suasana hati yang jika terus diperbaiki, maka kata-kata
akan meramai dengan sendirinya”. Ini sudah hukum alam, berlaku pada setiap
hubungan, anak-ortu, murid-guru, yang dibina dan yang membina, pegawai-atasan,
rakyat-pemimpin. Jadi, merawati cara berkata-kata berkorelasi kuat dengan cara
merawati iman di hati. Begitulah yang kita semua bisa maknai dari jejak rekam
yang diteladankan baginda Rasulullah Sallallahu
Alayhi Wasallam, baik sebagai pedagang, suami,
ayah, kakek, panglima perang, pemimpin negara, maupun pemimpin umat.
Sebagai
penutup tentang berkata-kata :
Di atas
sepeda motor roda dua, dalam perjalanan pulang dari sebuah Taman Kanak-Kanak,
“Bermain
apa tadi di sekolah nak?” tanya sang ayah. “Bermain ayunan, pasir, menggambar
dan bernyanyi…oh iya aku dapat lagu baru Bi!” jawab si anak. Terbayang punya
bahan menarik untuk dibahas, maka ayahnyapun menyusuli dengan antusias, “Oh ya?
Ayo nyanyi dong…”.
“Emm…nanti
aja kalau sudah sampai rumah” tak kalah cerdik si anak 3,5 tahun itu berkelit
dari tantangan ayahnya.
Singkat
cerita, sesampainya mereka dirumah,
Sang ayah
menagih janji sang anak, “Ayo katanya mau nyanyi lagu baru, mana hayo?”
Si anak
kemudian sambil senyum-senyum bilang, “emmm…apa ya..hmm..apa ya”
Menyadari
kalau dikerjain si anak, dan baru ingat kalau si anak memang belum punya
catatan sejarah kalo bisa bernyanyi, maka sambil menahan gemasnya sang ayah
berkata, “Yeee adik! bilang saja kalau dari tadi tidak hafal lagunya, pakai
alasan aja…Abi doain jadi imam masjidil haram baru tau rasa ya..”
Saturday 1 June 2013
Tentang bertanya
Tentang bertanya:
Bertanya bagi anak sepertinya adalah bagian serius dari kehidupan mereka....
"Bi, kenapa tentara-tentara itu hanya latihan berperang"? tanya si sulung saat kami berada tepat dibelakang sebuah truk militer dalam suatu perjalanan sore.
"Karena mereka tidak punya musuh yang harus diperangi, jadi biar mereka tetap lincah kalau nanti perang betulan, maka mereka harus tetap berlatih", Jawab saya sambil kosentrasi menjaga jarak dengan sang truk.
"Kenapa mereka tidak ke Palestina? Disana kan mereka bisa berperang membantu palestina" tanyanya lagi.
"Karena nanti Amerika akan membantu Israel, dan karenanya Papua bisa merdeka seperti Timor-timur dahulu. Negara kita belum berani untuk itu", jawab saya. Obrolan kamipun menjadi panjang, dan mau tidak mau beririsan dengan pemahaman Al Haq wa Al Bathil. "Boleh tidak Bi, anaknya Presiden yang memerintahkan berperang kepada tentara?"..."Jadilah Presiden nak, karena kalau kamu "cuma" anak presiden tetap saja tidak boleh memerintahkan berperang". Doa itupun meluncur.
Bertanya bagi anak sepertinya adalah bagian serius dari kehidupan mereka yang sering disalah artikan oleh orang dewasa ataupun bahkan oleh orang tuanya sendiri. Disalah artikan bisa jadi berupa pengabaian, bisa berupa ketidak acuhan dengan tidak memandang muka dan bertatap mata dengan sang penanya, bahkan bisa berupa juga hardikan keras. Yang seperti itu biasanya bertujuan agar si anak tidak bertanya-tanya lagi, karena riuhnya pertanyaan berarti gangguan bagi orang orang-orang dewasa itu.
Bertanya bagi anak sepertinya juga adalah bagian sebuah permainan yang mereka lakoni dengan serius yang juga sering disalah artikan oleh orang dewasa ataupun bahkan oleh orang tuanya sendiri. Disalah artikan bisa jadi berupa keluarnya jawaban-jawaban asal tanpa dipikir alias asbun (asal bunyi) dengan mimik muka serius dari orang dewasa ataupun bahkan oleh orang tuanya sendiri. Yang demikian ini biasanya si ortu sedang punya masalah lain yang sedang dipikirkan dan momennya tepat bersamaan dengan si kecil yang bertanya. Bisa jadi yang dipikirkan pun hanya sebuah gosip yang barusan dibaca di koran yang masih digenggam, ataupun kabar tidak jelas dari portal news yang terbaca di layar ipad, BB, HP, dll.
Si anak mungkin masih belum tahu cara menginterupsi "kesibukan" ortunya jika hendak bertanya, mereka hanya tahu bahwa sedang terpikir tanya, maka simple saja..langsung bertanya. Si anakpun bisa jadi belum mengerti apakah ada persolaaan lain yang lebih besar daripada persoalan yang sedang dia tanyakan.
Sepengetahuan saya, ternyata pertanyaan anak-anak punya bobot yang bermacam-macam. Dan bobot yang bermacam-macam itu akan sangat berbahaya jika tidak diseriusin. Ya berbahaya karena bisa menyangkut keberlangsungan harmoni dan kedamaian di dalam keluarga, juga kerukunan dengan tetangga, lebih luas lagi keberlangsungan bangsa dan negara ini, bertambah tinggi lagi hubungan antar negara di dunia ini. So..jawaban-jawaban kita pada mereka akan menentukan apakah negara kita nanti yang akan diwarnai oleh orang-orang asing, ataukah anak-anak kita yang nanti akan mewarnai negara-negara asing itu dengan izzah dan kearifan yang kita wariskan.
Atau jangan-jangan kita tidak pernah bercita yang tinggi untuk anak-anak kita????..bercita bahwa mereka yang akan mewarnai dunia ini
Maafkan ibu dan bapakmu nak..doakan kami yang banyak..yang banyak
Bertanya bagi anak sepertinya adalah bagian serius dari kehidupan mereka....
"Bi, kenapa tentara-tentara itu hanya latihan berperang"? tanya si sulung saat kami berada tepat dibelakang sebuah truk militer dalam suatu perjalanan sore.
"Karena mereka tidak punya musuh yang harus diperangi, jadi biar mereka tetap lincah kalau nanti perang betulan, maka mereka harus tetap berlatih", Jawab saya sambil kosentrasi menjaga jarak dengan sang truk.
"Kenapa mereka tidak ke Palestina? Disana kan mereka bisa berperang membantu palestina" tanyanya lagi.
"Karena nanti Amerika akan membantu Israel, dan karenanya Papua bisa merdeka seperti Timor-timur dahulu. Negara kita belum berani untuk itu", jawab saya. Obrolan kamipun menjadi panjang, dan mau tidak mau beririsan dengan pemahaman Al Haq wa Al Bathil. "Boleh tidak Bi, anaknya Presiden yang memerintahkan berperang kepada tentara?"..."Jadilah Presiden nak, karena kalau kamu "cuma" anak presiden tetap saja tidak boleh memerintahkan berperang". Doa itupun meluncur.
Bertanya bagi anak sepertinya adalah bagian serius dari kehidupan mereka yang sering disalah artikan oleh orang dewasa ataupun bahkan oleh orang tuanya sendiri. Disalah artikan bisa jadi berupa pengabaian, bisa berupa ketidak acuhan dengan tidak memandang muka dan bertatap mata dengan sang penanya, bahkan bisa berupa juga hardikan keras. Yang seperti itu biasanya bertujuan agar si anak tidak bertanya-tanya lagi, karena riuhnya pertanyaan berarti gangguan bagi orang orang-orang dewasa itu.
Bertanya bagi anak sepertinya juga adalah bagian sebuah permainan yang mereka lakoni dengan serius yang juga sering disalah artikan oleh orang dewasa ataupun bahkan oleh orang tuanya sendiri. Disalah artikan bisa jadi berupa keluarnya jawaban-jawaban asal tanpa dipikir alias asbun (asal bunyi) dengan mimik muka serius dari orang dewasa ataupun bahkan oleh orang tuanya sendiri. Yang demikian ini biasanya si ortu sedang punya masalah lain yang sedang dipikirkan dan momennya tepat bersamaan dengan si kecil yang bertanya. Bisa jadi yang dipikirkan pun hanya sebuah gosip yang barusan dibaca di koran yang masih digenggam, ataupun kabar tidak jelas dari portal news yang terbaca di layar ipad, BB, HP, dll.
Si anak mungkin masih belum tahu cara menginterupsi "kesibukan" ortunya jika hendak bertanya, mereka hanya tahu bahwa sedang terpikir tanya, maka simple saja..langsung bertanya. Si anakpun bisa jadi belum mengerti apakah ada persolaaan lain yang lebih besar daripada persoalan yang sedang dia tanyakan.
Sepengetahuan saya, ternyata pertanyaan anak-anak punya bobot yang bermacam-macam. Dan bobot yang bermacam-macam itu akan sangat berbahaya jika tidak diseriusin. Ya berbahaya karena bisa menyangkut keberlangsungan harmoni dan kedamaian di dalam keluarga, juga kerukunan dengan tetangga, lebih luas lagi keberlangsungan bangsa dan negara ini, bertambah tinggi lagi hubungan antar negara di dunia ini. So..jawaban-jawaban kita pada mereka akan menentukan apakah negara kita nanti yang akan diwarnai oleh orang-orang asing, ataukah anak-anak kita yang nanti akan mewarnai negara-negara asing itu dengan izzah dan kearifan yang kita wariskan.
Atau jangan-jangan kita tidak pernah bercita yang tinggi untuk anak-anak kita????..bercita bahwa mereka yang akan mewarnai dunia ini
Maafkan ibu dan bapakmu nak..doakan kami yang banyak..yang banyak
Saturday 4 May 2013
Turun Mesin
Tentang turun mesin:
Sebagai mahasiswa, terlalu bersemangat sekali dengan kerja marathon dan
lembur, menyongsong pekerjaan yang datang terkadang akan membahagiakan,
dan terkadang akan menyengsarakan. Bahagia karena itu bermotif masa
depan kelulusan. Menyengsarakan jika tidak bisa menakar daya tubuh yang
menyokongnya. Pengalaman saya contohnya.
Sudah satu minggu ini
sinyal-sinyal keringkihan badan ini menanggung beban kerjaan sudah mulai
berdatangan.Dari satu titik kecil di bibir, ternyata semakin hari
semakin bertambah melebar. Kesalahan sayalah yang mengabaikan isyarat
tubuh, sehingga di hari ketujuh itu sensasi sakit di bibir sudah luar
biasa. Buat berwudlu perihnya minta ampun, buat makanpun hilang sudah
rasa para lauk pauk itu di dalam mulut. Disaat puncak sakit itu kembali
kesadaran diri mulai mengumpul satu persatu. Apakah ini karena kurang
vitamin C? Maka gelontoran tablet hisab vitamin C mulai masuk raga,
ditambah satu dua gelas jus jambu merah setia menemani saat makan siang.
Ditunggu dua tiga hari, ternyata masih juga belum mereda juga. Sampai
akhirnya muncul ide untuk “turun mesin” dulu seharian (benar benar
mengistirahatkan sang tubuh), mungkin akan ada hasilnya.
Sehari kemudian, saya benar-benar menjalankan ide tersebut. Ambil dan
baca satu dua buku dari guru-guru saya, menikmati aliran indah pilihan
kata-kata mereka, hanyutkan diri dalam arus pola pikir mereka, nikmati
saja perjalanannya dibawa berkelok, naik, turun, berdebar, bersemangat,
merenung, sampai menangis..nikmat sekali (hehe..seandainya baca jurnal
senikmat ini, dengan sebaris rumus mampu bertutur dengan jujur, semoga
sampai juga nanti pada waktunya). Hari turun mesin itu masih berlanjut,
dengan jalan-jalan datangi pameran buku, cari-cari buku yang memang
selama ini sudah diburu namun tidak ada di toko buku, dan mungkin karena
Allah juga, malah bisa ketemu dengan beberapa buku itu, hehe..walau
artinya di beberapa hari kedepan harus mengencangkan ikat pinggang agar
survive sampai bulan depan...benar-benar seharian tidak berfikir dan
bekerja sebagaimana mustinya seorang mahasiswa...ini arti turun mesin
sesungguhnya untuk diri saya.
Keesokan harinya keajaiban
itupun datang, saat berkumur rasa perih yang mendera ternyata sudah
sangat jauh berkurang daya sengatnya. Walau terlihat di kaca masih ada
lingkaran besar, sumber kesakitan selama ini, namun kini terlihat telah
berubah warna mendekati warna kesembuhan. Alhamdulillah. Satu hal yang
pantas disyukuri atas sakit ini, bahwa Allah sangat bertahap memberikan
sakit, peka atau tidaknya saya yang akan menentukan hasil akhir dari
sinyal Allah tersebut. Apakah akan semakin parah, ataukah menjadi sembuh
dengan ikhtiyar sedini mungkin.
Sibuk memikirkan dan mengerjakan
proyek masa depan, terkadang menjadikan hal-hal di sekitarnya, di masa
kini, di saat ini, menjadi terabaikan. Padahal hal-hal yang menyekitari
itu, yang terjadi di hari ini kalau sukses dilewati akan menjadi salah
satu penentu keberasaan atas sukses yang teraih di masa depan. Itupun
kalau dianggap sukses, karena boleh jadi capaian dimasa depan itu akan
tiba-tiba hambar saat kesalahan-kesalahan di masa lalunya tidak tertebus
lagi pada saatnya.
Saat anak-anak butuh orang tuanya dimasa
bertumbuhnya namun saat itu orang tua abai bahkan menghardik dengan
alasan kesibukan untuk keberjayaan masa depan keluarga. Ketika tiba
saatnya orang tua ingin merayakan atas nama keberjayaan keluarga,
ternyata anak-anak sudah abai terhadap orang tuanya. Kalaupun anak2
tidak abai, ternyata kekalahan kita karena hilang dan berlalunya sang
waktu dalam membersamai pertumbuhan mereka. Diwaktu anak-anak sedang
lucu-lucunya, diwaktu anak-anak sedang hobi bercanda riang, diwaktu
anak-anak minta perhatian, diwaktu anak-anak minta dibantu bikin PR,
diwaktu anak-anak gemar bercerita tentang kejadian seharian
disekolahnya. Itulah waktu anak-anak minta jiwa dan hati orang tuanya
tuk membersamainya, dan itu tidak dapat diminta kembali. Tentu saja
tidak membabi buta menjadi anak sentris, namun kesemuanya ada
takarannya, dan anakpun paham hal itu.
Yang juga banyak
ditemui..Sesal saat dipuncak karier atau bahkan sebelum mencapai puncak
ternyata kesehatan sudah menurun drastis, makan serba dibatasi, belum
biaya berobatnya, kembali lagi karena abai tentang hak tubuh di waktu
muda dan sehat. Bisa jadi keberhasilan disatu sisi terkait rencana yang
telah terprogram di masa lalu, mengandung cacat karena membawa kekalahan
di sisi lainnya.
Apa yang melekat dan ada disekitar kita di
hari ini yang seyogyanya juga kita perhatikan dengan setulus perasaan
dan sebaik amal perbuatan. Harapannya nanti di depan sana, pada
waktunya, tidak akan kita sesali. Teringat sabdaNya, hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.
Friday 3 May 2013
Mata itu
Tentang hari ini:
Mata itu,
Belum ada jenis mata sekualitas itu...
dalam sedalam palung terdalam dalam luas samudera...terlalu tenang,Teduh, Bahkan wujudnya arus besar nan kuat di dasarnya seperti tdak
mengubah apapun bentuk dipermukaannya, Andai kan datang badaipun hanya
akan buat riak kecil saja, Bahkan itupun masih jauh dari batas tepi
samuderanya. dan riak itu akhirnya hilang karena waktu dan jarak jualah.
nyatalah, Badai sebesar apapun takkan sanggup mengaduknya, Tertekuk saja, Didepan luas dan teduhmu. terserap apa saja dalam keteduhanmu.
mata itu, Juga diam dan membasah..sebentuk samudera dalam wujud mata, Luas dan dalam adalah karuniaNya.
siapapun dalam tatapnya, Walau tak ada sedetikpun telah terjumpa, Terasakan sebagai orang yang telah lama ia tunggu. bukan sebagai orang
asing, Tapi sebagai orang yang telah dikenalnya.
Mata itu,
Belum ada jenis mata sekualitas itu...
(Jumat, 3 Mei 2013, Jazakallah khoyr kepada semua guruku)
Saturday 20 April 2013
Tentang Kebutuhan
Tentang Kebutuhan :
Lantun puja dan puji pada Rabb, bersama terbuka pagi. Pandangi halimun yang sempurnakan samar wujud deret pegunungan, Silakan dingin tuk berlomba rasuki kamar, kan-kurasakan sempurna nikmatNya disetiap hirupan yang terbawa..ah... tak habis syukur dipertemukanNya kebutuhan diri akan hirup segar napas ini, bersama segala penyertanya yg tak terkira dalam indah pandang pagi.
Coba berbagi dengan renungi penggalan sejarah yang tunjuki dipertemukannya antara kebutuhan dengan diri yang membawa niat bening nan bersih.
Pemuda sederhana itu bernama Ali bin Abu Thalib, terkenal miskin papa, dan saking miskinnya, hampir-hampir tidak ada lagi barang yang dikenali adalah miliknya, sehingga calon mertuanyapun harus mengingatkan bahwa dia masih memiliki baju besi seharga 4 dirham pemberiannya. Tersebab tiada memiliki suatu barangpun menjadi hijabnya untuk bertemu calon mertuanya. Sampai kemudian setelah didorong-dorong oleh seorang hamba sahaya untuk "asal" menghadap dulu, dan urusan yang lain dipikir belakangan saja (urusan mahar, urusan isi rumah, urusan mobil, urusan pesawat... yang ini ngelantur..hehe)...maka berangkatlah dia. "Karena juga sudah ada orang lain yang meminang putri beliau", tutur sang sahaya. Mungkin bahasa sekarang: So don't miss it, serbuu ! :).
Kebutuhannya menghadap calon mertuanya adalah untuk melamar putrinya, namun sampai beberapa waktu berlalupun tiada kata yang dapat terungkap saat rasa menghormati yang teramat sangat menyergapnya begitu berhadapan dengan manusia termulia di semesta alam dan waktu. Saat pertanyaan manusia agung itu terlontar,"Apa keperluanmu? Apakah engkau ada keperluan?"...Ali pun masih belum bisa berkata-kata. Terbayang betapa mencekamnya saat-saat seperti itu (kalau ga percaya, coba saja sendiri...cari calon mertua). Barulah pada pertanyaan ketiga, ada sebuah kata yang tersuarakan. "Mungkin engkau kesini untuk meminang Fathimah?" tanya ketiga dari sang Nabi mulia. Sebuah jawab dari Ali: "YA". Pada akhir pertemuan kedua insan itu, tertutup dengan kalimat indah Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, "Aku telah menikahkanmu dengan Fathimah. Maka pergilah engkau kepadanya. Dan halalkanlah ia dengan memberikan baju besi itu kepadanya". Maka potongan kebahagiaan nikmat surga itupun menurun ke bumi, sirami mereka dalam tajuk Barokah dari para penghuni langit untuk keluarga baru.
Kedua insan itu akhirnya menyatu dalam satu bahtera, menyertainya ada 3 barang pemberian ayahanda tercinta pada keluarga 4S tersebut. Keluarga yang Sangat..Sangat..Sangat...Seder hana
(4S) itu hanya mempunyai sebuah kain untuk tempat tidur, Qirbah tempat
air, dan bantal kulit yang diisi dengan Idzkhar (Sebuah tanaman yang
beraroma harum, kemudian diambil serabutnya).
Muncul pertanyaan di hati kecil ini, Adakah kita yang bisa lebih sederhana dari pada mereka? (misal terus bisa membuat 5S ??) disaat keadaan masing-masing dari kita sekarang..baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah?
Akan disederhanakan urusannya dan dipertemukan akan sebuah kebutuhan itu. Masing-masing kita di keseharian pasti juga punya pengalaman-pengalaman menarik tentang bagaimana cara kebutuhan-kebutuhan itu dipermudah bertemu oleh kekuatan dari langit. Saat mahasiswa berkebutuhan terhadap dosennya, saat anak berkebutuhan terhadap orang tuanya, saat si sakit berkebutuhan akan hilang sakitnya dll.
Bahkan kita sendiri tdk lebih tahu tentang diri kita jika dibanding sang pemilik sebenarnya diri ini. So..Meskipun datangnya kebutuhan tidak seperti yang kita "INGINKAN", tapi pastilah itu cocok dengan kebutuhan kita, karena ditakar khusus oleh Yang paling tahu tentang diri kita.
Seorang sahabat bilang, apa saja ketika ia telah menjadi kebutuhan, memang akan selalu dipertemukan. Kegaiban memang bekerja walau kita tidak melihatnya.
Cukupkan disini, nasehat untuk diri sendiri, semoga karena perkenan Allah untuk menguatkan yang lemah, menyederhanakan yang terasa berat, membersihkan niat atas kebutuhan, memudahkan atas urusan. Termanfaatkan untuk sahabat2 semuanya (Kamil Pascasarjana Itb, Geofisika Uin, dll)
Lantun puja dan puji pada Rabb, bersama terbuka pagi. Pandangi halimun yang sempurnakan samar wujud deret pegunungan, Silakan dingin tuk berlomba rasuki kamar, kan-kurasakan sempurna nikmatNya disetiap hirupan yang terbawa..ah... tak habis syukur dipertemukanNya kebutuhan diri akan hirup segar napas ini, bersama segala penyertanya yg tak terkira dalam indah pandang pagi.
Coba berbagi dengan renungi penggalan sejarah yang tunjuki dipertemukannya antara kebutuhan dengan diri yang membawa niat bening nan bersih.
Pemuda sederhana itu bernama Ali bin Abu Thalib, terkenal miskin papa, dan saking miskinnya, hampir-hampir tidak ada lagi barang yang dikenali adalah miliknya, sehingga calon mertuanyapun harus mengingatkan bahwa dia masih memiliki baju besi seharga 4 dirham pemberiannya. Tersebab tiada memiliki suatu barangpun menjadi hijabnya untuk bertemu calon mertuanya. Sampai kemudian setelah didorong-dorong oleh seorang hamba sahaya untuk "asal" menghadap dulu, dan urusan yang lain dipikir belakangan saja (urusan mahar, urusan isi rumah, urusan mobil, urusan pesawat... yang ini ngelantur..hehe)...maka berangkatlah dia. "Karena juga sudah ada orang lain yang meminang putri beliau", tutur sang sahaya. Mungkin bahasa sekarang: So don't miss it, serbuu ! :).
Kebutuhannya menghadap calon mertuanya adalah untuk melamar putrinya, namun sampai beberapa waktu berlalupun tiada kata yang dapat terungkap saat rasa menghormati yang teramat sangat menyergapnya begitu berhadapan dengan manusia termulia di semesta alam dan waktu. Saat pertanyaan manusia agung itu terlontar,"Apa keperluanmu? Apakah engkau ada keperluan?"...Ali pun masih belum bisa berkata-kata. Terbayang betapa mencekamnya saat-saat seperti itu (kalau ga percaya, coba saja sendiri...cari calon mertua). Barulah pada pertanyaan ketiga, ada sebuah kata yang tersuarakan. "Mungkin engkau kesini untuk meminang Fathimah?" tanya ketiga dari sang Nabi mulia. Sebuah jawab dari Ali: "YA". Pada akhir pertemuan kedua insan itu, tertutup dengan kalimat indah Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, "Aku telah menikahkanmu dengan Fathimah. Maka pergilah engkau kepadanya. Dan halalkanlah ia dengan memberikan baju besi itu kepadanya". Maka potongan kebahagiaan nikmat surga itupun menurun ke bumi, sirami mereka dalam tajuk Barokah dari para penghuni langit untuk keluarga baru.
Kedua insan itu akhirnya menyatu dalam satu bahtera, menyertainya ada 3 barang pemberian ayahanda tercinta pada keluarga 4S tersebut. Keluarga yang Sangat..Sangat..Sangat...Seder
Muncul pertanyaan di hati kecil ini, Adakah kita yang bisa lebih sederhana dari pada mereka? (misal terus bisa membuat 5S ??) disaat keadaan masing-masing dari kita sekarang..baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah?
Akan disederhanakan urusannya dan dipertemukan akan sebuah kebutuhan itu. Masing-masing kita di keseharian pasti juga punya pengalaman-pengalaman menarik tentang bagaimana cara kebutuhan-kebutuhan itu dipermudah bertemu oleh kekuatan dari langit. Saat mahasiswa berkebutuhan terhadap dosennya, saat anak berkebutuhan terhadap orang tuanya, saat si sakit berkebutuhan akan hilang sakitnya dll.
Bahkan kita sendiri tdk lebih tahu tentang diri kita jika dibanding sang pemilik sebenarnya diri ini. So..Meskipun datangnya kebutuhan tidak seperti yang kita "INGINKAN", tapi pastilah itu cocok dengan kebutuhan kita, karena ditakar khusus oleh Yang paling tahu tentang diri kita.
Seorang sahabat bilang, apa saja ketika ia telah menjadi kebutuhan, memang akan selalu dipertemukan. Kegaiban memang bekerja walau kita tidak melihatnya.
Cukupkan disini, nasehat untuk diri sendiri, semoga karena perkenan Allah untuk menguatkan yang lemah, menyederhanakan yang terasa berat, membersihkan niat atas kebutuhan, memudahkan atas urusan. Termanfaatkan untuk sahabat2 semuanya (Kamil Pascasarjana Itb, Geofisika Uin, dll)
Tuesday 16 April 2013
Tentang Syukur atas CahayaNya
Tentang Adagium yang panjang:
Adagium pertama sederhananya seperti ini: yang sudah terlibat dalam tuntunan Ilahi, dalam kehidupan kesehariannya akan merasakan nikmat disetiap tuntun langkahnya maka dia tidak akan melepaskannya sampai kapanpun.Ketakutannya akan menjadikan kaum yang tergantikan dan terpenjara ruh walau raga berjalan kesana kemari karena tiada tertuntun ruh oleh Nur cahayaNya (QS 47: ayat terakhir)
Adagium keduanya adalah setiap yang melibatkan aku pasti akan menarik perhatianku, dan setiap keterlibatan yang intens terhadap suatu aktivitas akan semakin menumbuhkan benih kecintaan terhadap aktivitas itu..Ada malu jikalau telah lama tidak terlibat lalu kemudian terlibat..tapi kenapa harus malu dan tidak enak hati?
Adagium ketiga adalah Anak-anak diajarkan tanggung jawab di dalam keluarga sejak dini untuk mengganti kehilangannya atas kesempatan belajar dari alam. Yang membuat mereka akan belajar dengan mudah dan enjoy pada kemampuan motorik kasar maupun halus, kemampuan verbal, kemampuan literasi adalah proses dan keterlibatan di alam, maupun di rumah
Adagium ke4: Mahasiswa mencari tahu atas keberadaan teman sekelasnya, pada dosen yang satu rumpun. Dosen pun menghubungi yang bersangkutan, dan yang bersangkutan ternyata sudah tidak termotivasi untuk melanjutkan belajar. Maka dosen tersebut menyarankan menemui dosen walinya, dan kepada teman mahasiswa yang menanyakan telah terbilang nasehat untuk tidak perlu lagi memikirkannya dan fokus belajar untuk diri mereka,
Adagium ke 5: masih mencari ide dan hati pun enggan untuk segera bertemu tuk bertanya pendapat. Ternyata Allah kirimkan suatu hajat yang tersebab akannya pertemuan yang tertunda sampai keesokan harinya.
Adagium pertama sederhananya seperti ini: yang sudah terlibat dalam tuntunan Ilahi, dalam kehidupan kesehariannya akan merasakan nikmat disetiap tuntun langkahnya maka dia tidak akan melepaskannya sampai kapanpun.Ketakutannya akan menjadikan kaum yang tergantikan dan terpenjara ruh walau raga berjalan kesana kemari karena tiada tertuntun ruh oleh Nur cahayaNya (QS 47: ayat terakhir)
Adagium keduanya adalah setiap yang melibatkan aku pasti akan menarik perhatianku, dan setiap keterlibatan yang intens terhadap suatu aktivitas akan semakin menumbuhkan benih kecintaan terhadap aktivitas itu..Ada malu jikalau telah lama tidak terlibat lalu kemudian terlibat..tapi kenapa harus malu dan tidak enak hati?
Adagium ketiga adalah Anak-anak diajarkan tanggung jawab di dalam keluarga sejak dini untuk mengganti kehilangannya atas kesempatan belajar dari alam. Yang membuat mereka akan belajar dengan mudah dan enjoy pada kemampuan motorik kasar maupun halus, kemampuan verbal, kemampuan literasi adalah proses dan keterlibatan di alam, maupun di rumah
Adagium ke4: Mahasiswa mencari tahu atas keberadaan teman sekelasnya, pada dosen yang satu rumpun. Dosen pun menghubungi yang bersangkutan, dan yang bersangkutan ternyata sudah tidak termotivasi untuk melanjutkan belajar. Maka dosen tersebut menyarankan menemui dosen walinya, dan kepada teman mahasiswa yang menanyakan telah terbilang nasehat untuk tidak perlu lagi memikirkannya dan fokus belajar untuk diri mereka,
Adagium ke 5: masih mencari ide dan hati pun enggan untuk segera bertemu tuk bertanya pendapat. Ternyata Allah kirimkan suatu hajat yang tersebab akannya pertemuan yang tertunda sampai keesokan harinya.
Friday 5 April 2013
Tentang Bahagia:
Bahagia adalah saat kecupi mujahid kecil dan bidadari dunia tatkala subuh terjelang..
Bahagia adalah untuk kesekian kalinya mencari cara agar raga mereka segera terbangkit dan basuhi dengan wudhu..
Bahagia adalah saksikan tubuh2 kecil itu sembari setengah sempoyongan dan mengucek mata, namun telah bersarung dan berukuh..
Bahagia adalah saat dapati tubuh-tubuh kecil itu terselib diantara tua
muda bersaf-saf nan rapi tersaksikan para malaikat pagi..
Bahagia adalah saat tersandar tubuh si kecil di lengan ini dalam lantun dzikir pagi..
Bahagia adalah dalam dengar riuh celoteh mereka tersela nasihat sembari
tinggalkan rumah mulia..tersambut peluk belahan jiwa susuli jawab
salam...
Bahagia adalah saat simaki lantunan taujih ilahi
tersusul murojaah hafalan mereka..ah..tertawan segenap ruh tiada habis
takjubi Allah ‘Azza wa Jalla..
Bahagia adalah mengaji tuk
seksamai tapak Ashabul Kahfi bersama bidadari kecil yang dekapi
punggung..ah..apakah engkau sedang kenangi bacaan2 ini seperti saat kau
dikandung bundamu?
Bahagia adalah saat duduk melingkar dalam
nikmat bertajuk sarapan pagi, bahkan ada tangis si adik susuli candaan
yang berlebih dari sang kakak adalah tambahan bumbunya ..ah..semoga
sampai nanti, kalianpun juga terbiasa duduk melingkar bersama saudara2
barumu..
Bahagia adalah memeluk erat satu persatu mereka, didepan sekolah sederhana di pinggir sawah...
Sehirup nafas dijumat pagi...sejumput tanah surga didunia..
Bolehkah sedikit terlupa disertasi karenanya? :)
Mengalir semuanya, Bermuara syukur dan Doa bagi semua saudaraku, Moga bahagia tercurah disetiap jiwa dan keluarganya
Saturday 30 March 2013
Tentang anak, satu langkah kecil dulu: Detik tanpa kata
Tentang anak, satu
langkah kecil dulu:
Detik tanpa kata
Suatu
sore, dalam perjalanan pulang selepas bimbingan dengan promotor
terpikir untuk bertukar kabar dengan si sulung. Teringat, saat beberapa
hari lalu dia gencar sekali bertanya tentang siroh Rasululllah
Sallallahu 'Alaihi Wasallam. Katanya mencari bahan untuk pertanyaan yang
akan diajukan ke teman2 sekelasnya. “Siapa saja yang bisa menjawab 3
pertanyaan, nanti dikasih 3 hadiah yang telah disiapkan”, tuturnya.
Setelah diobrolkan selama 2 hari, akhirnya 3 pertanyaan itupun siap.
Hehe..ternyata hanya satu pertanyaan yang berhubungan dg siroh..Tentang,
siapakah nama isteri Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam yang
berasal dari Bani Mushthaliq, sedangkan satu pertanyaan lagi, khasnya
anak laki-laki, siapa pemain bola terhebat didunia..sebelumnya terbersit
pertanyaan tentang siapa pemain bola wanita terhebat, tapi katanya
susah cari jawabnya (yang ini sengaja tdk saya ajak browsing utk mencari
jawabnya, khawatir muncul gambar2 yg tdk pantas). Malam hari sebelum
berangkat menuju Bandung, saya masih sempat melirik pada 3 hadiah kecil
di atas meja yang telah terbungkus rapi dengan kertas hvs putih sebagai
penutupnya..katanya kemudian,“Hadiahnya ‘setip’ (karet penghapus)”.
Setelah berada di kampus, dua hari kemudian baru terbersit tanya
tentang kelanjutan dari hadiah2 itu. Dan sore itu sambil menuju
parkiran, terasai nikmat obrolan dengan si sulung. Antusias jika diminta
menceritakan apa yang telah dialaminya. Apakah semua pertanyaannya
terjawab oleh temen2nya? Apakah banyak yang menjawab? Siapa saja yang
dapat hadiahnya? Adalah pertanyaan2 deras dari saya. Menjawabi atas
beberapa pertanyaan yg terlontar dari abahnya, Obrolan yang lucu-lucu
pun hadir, sambil lalu mengomentari polah tingkah jawab dari
teman-temannya..ternyata beberapa teman2nya bisa menjawab pertanyaan2
itu dan hadiah yang tersediapun sukses terdistribusi.
Sampai kemudian saya bertanya, “Kapan lagi mas buat pertanyaan dan kasih hadiah lagi?”
“Sebulan lagi”, jawabnya.
Sampai disinipun saya masih datar2 saja, “Oh sudah terjadwal ya?”
Kemudian pertanyaan susulannya, “Lah kalau besok siapa yang dapat
giliran memberi pertanyaan?” Terbayang dalam benak saya, jika setiap
hari ada sesi pertanyaan dan tebar hadiah, maka kurang lebih 1 bulan
lagi akan tiba gilirannya lagi.
Diluar yang saya perkirankan, jawab singkatnya, “Ga ada..”
Tentu saja saya curiga, kenapa hanya Fadhiil yang mendapat tugas utk
memberi hadiah kepada teman2nya..? apa dia dapat hukuman dari bu
gurunya…? Karena yang lalu, saat kelas 2 ada kalanya pulang membawa PR
untuk menulis beberapa baris, tersebab tidak tertib dalam sholat
berjamaah.
Sehingga satu tanya lagi terlontar dari saya, “Apa mas disuruh sama bu guru untuk itu?”
“Tidak disuruh bu Guru, pengen saja kasih hadiah ke teman2”, begitu jawabnya..
Sampai beberapa detik kemudian saya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi...Cukupkan sampai disini
Terucap dalam hati yang berkaca-kaca ini, “Anakku, ijinkan kupeluk erat
dirimu”. Mohonkan pada Allah tuk jagakan ikhlas dan istiqomah. Hari itu
abahmu belajar lagi darimu nak, tentang arti Bahagia dalam Berbagi.
Subscribe to:
Posts (Atom)