Wednesday 29 October 2014

Tentang kategori Fakir

Ibnu Qudamah menyatakan bahwa menurut sudut pandang Islam terdapat lima golongan yang termasuk fakir :

1. Orang yang dengan sengaja menjadi miskin dan mengambil jarak dengan semua gemerlapnya dunia. Dunia menghampiri namun mereka lari meninggalkannya, merekalah yang disebut sebagai orang Zuhud.

2. Orang yang selalu rela dengan keadaan yang diterimanya di hari ini. Dalam keadaan senang ataupun susah, orang ini selalu bersyukur atas karuniaNya disetiap keadaannya. Tidak mengeluh, ridha menjadi hiasan hati dan jiwanya. Inilah orang yang ridho

3. Orang yang mempunyai kecenderungan terhadap harta daripada tidak berharta, namun tidak memaksakan diri untuk mengejar-ngejar harta. Hatinya tidak dikuasai harta, dan mereka disebut orang yang puas.

4. Orang yang selalu terbentur keadaan, menjadi fakir karena terkondisi. Jika ada peluang dan kesempatan untuk mendapat harta, maka orang ini tidak akan melewatkannya. Mereka orang yang suka berpayah-payah dalam mencari harta, dan mereka disebut orang yang ambisius. 

5. Orang yang selalu terpaksa. Terpaksa untuk mencari makan, karena sudah tidak ada lagi yang bisa mereka makan. Terpaksa untuk mencari kebutuhan-kebutuhan sehari-hari, termasuk pakaian dan tempat berteduh. Orang-orang ini susah diketahui motifnya dalam mencari harta. 

Kita mempunyai hak prerogratif (seperti presiden milih menteri yaa..:)) untuk memilih berada pada posisi yang mana. 

Rasulullah sholallahu alaihi wassalam selalu memohon kepada Allah untuk dijauhkan dari fitnah harta dan dunia. Termasuk doa beliau: Ya Allah, jadikanlah rezeki Muhammad hanya sekedar makanan pokoknya saja (HR Bukhari dan Muslim)

Berpunya maupun tidak berpunya, seharusnya tetap menjadikan kita sebagai orang yang bertaqwa dan bermanfaat. Tidak ada alasan diantara kedua keadan tersebut untuk tidak menjadi orang yang bertaqwa dan sekaligus mulia disetiap waktunya. 

Kalau dipikir-pikir, menjadi miskin memang lebih aman, beberapa sabda Rasulullah sholallahu alaihi wassalam menyatakannya, karena orang mukmin lagi fakir lebih cepat 500 th di depan orang kaya saat memasuki surga (HR Ibnu Hibban, Tirmidzi, dan Ibnu Majah), karena Rasulullah sholallahu alaihi wassalam melihat banyak orang miskin yang ada didalam surga dibanding orang kaya yang tertahan di luar (HR Bukhari dan Muslim). Namun kita juga harus ingat bahwa "Tangan yang diatas itu lebih baik dari tangan yang ada dibawah (HR Bukhari dan Muslim). Jadi teranglah bagi kita, kenapa setiap Rasulullah mempunyai kelebihan makanan ataupun apapun, pasti sudah langsung habis terdistribusi, demikian pula istri beliau Aisyah. Aisyah pernah mendapatkanhadiah  dua karung berisi pakaian namun sekejab sudah habis dibagikannya. Ustman bin Affan RA pernah disaksikan sahabat yang menghitung jumlah tambalan di pakaiannya yang berjumlah 32, padahal beliau orang yang bersedeqah dengan 300 ekor unta beserta perbekalannya, ditambah 1000 dinar (2 juta x 1000 = 2 milyar) untuk perang tabuk. Dan pada masa Umar bin Khathab, para sahabat veteran perang badar yang mendapat tunjangan 5000 dirham per tahun (sekitar 2 milyar) juga tidak ada yang kemudian bergaya hidup kaya, karena mereka juga langsung bersedeqah. Jadi walaupun miskin aman, tidak ada alasan untuk tidak menjadi dermawan. Derwawan bukan dilihat dari banyak sedikitnya, tapi dari niat dalam diri yang hanya Allah yang akan menilainya, yang bahkan malaikatpun tidak mengetahuinya. Dermawan juga bukan dari rasa berat atau ringan melepas harta, tapi kembali lagi dinilai dari niat ikhlas karena Allah semata.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat iti lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?” (QS. Al An’am 32)

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahuinya.” (QS. Al Ankabut 64)

Allah yang sebagai pencipta dunia, semesta, dan seluruh isinya telah menyatakan dengan gamblang tentang apa itu kehidupan dunia, Apakah kita tidak mempercayainya? Apakah kita lebih tahu dari sang pancipta makhluknya? Sedang Allah sendiri juga yang telah mencipta diri kita, dan juga suatu tempat abadi bernama surga.

Wallahu a'lam  bisshowab
 

No comments:

Post a Comment