Wednesday 13 November 2013

Tentang Laku dahului Tutur

Tentang Laku dahului Tutur :

Marilah untuk sejenak kita bertamasya dan beraduk ikutan dengan penggalan hikmah Laku dahului tutur berikut...

Pagi itu, selepas lenggang subuh di sebuah masjid kampus yang telah sepi, keluarlah seorang anak muda. Tanpa sepengetahuannya, dibelakangnya ada sosok lain yang mengikutinya keluar dari masjid dan terus memperhatikan anak muda tersebut. Seorang bapak yang umurnya beberapa tahun diatasnya. Bapak ini pada detik berikutnya terpaku dalam diam saat menyaksikan pemuda didepannya mulai punguti dan memasukkan ke kotak sampah, satu persatu plastik-plastik bekas bungkus ta’jil maupun botol-botol minuman yang berserakan di halaman masjid itu. Selesai satu jengkal, dia telisik lagi jengkal lain disekitar halaman masjid kampus itu. Mata pemuda itu, seakaan mata elang diangkasa yang mencari mangsa di setiap ceruk dari perbukitan yang dilintasinya..Pemuda itu seakan begitu khawatir jika masjid itu masih terhias oleh serakan sampah.
Bapak dibelakangnya, dalam beberapa detik mengalami kebingungan yang sangat, saat tanpa dia sadar dengan sepenuhnya, tangannya terjulur juga mengikuti apa yang dilakukan pemuda didepannya. Dia juga punguti plastik dan sampah yang terdekat dari tempat berdirinya. Setelah beberapa menit berlalu, akal sehatnya mulai bekerja dengan normal kembali, dan dia cerna sebisa mungkin kejadian didepannya, mulai saat itu tertanam azam yang kuat bahwa sepanjang hidupnya, sebisanya, dia akan punguti plastik atau botol yang tersapu matanya dan terlewati langkah kakinya.
Ternyata tindakan tanpa kata-katapun dapat mempengaruhi orang lain dengan dahsyat.
…......................

Ada kebiasaan yang sebisa mungkin dijaga dan dilakukan oleh seorang bapak begitu dia lewati pintu depan rumahnya, sepulangnya dari sholat fardhu. Membuka mushaf Al Quran, kemudian membacanya, dan menghafal atau mengulangi hafalan… yang bahasa sononya muroja’ah. Kesemuanya dia niatkan untuk Allah dan sangat berharap tersebab karenanya Allah limpahkan kasih sayangNya untuk dua hal: Orang tuanya nanti bermahkota dan berjubah indah di kehidupan berikutnya dan yang kedua, menjadi ikutan anak keturunannya untuk cintai Al Quran. Apapun suasana rumahnya..sepi dan tiada yang melihat, saat anak-anaknya masih lelap. Maupun gaduh, saat anak-anaknya “sibuk” berlari sana sini, kebiasaan datang dan membuka mushaf Al Quran itu sekuat mungkin dia jaga. Menariknya hanya di satu waktu saja dia berkata-kata untuk mengajak anak-anaknya mengaji…yaitu selepas sholat maghrib, dilain waktunya dia hanya berkeyakinan bahwa hati dan ruh anak-anaknya tetap mendengarkan dan simaki lantunan ayat ayat Al Quran walau mata mereka terpejam.
Hari demi hari berlalu, anak-anaknyapun bertumbuh dan dia mulai merasakan rahmat Allah yang menerus terlimpah kepada keluarganya. Bukan harta benda yang bertambah di rumahnya, bukan rekening tabungan yang digitnya bertambah panjang, juga bukan mobil yang bertambah bilangannya yang dia rasakan sebagai rahmat Allah padanya. Akan tetapi rahmat Allah itu sangat terasakan olehnya justru saat anak-anaknya merapal hafalan Al Quran di dalam kendaraannya menuju sekolah di pagi hari. Dia simaki dan nikmati setiap bacaannya, yang baginya adalah rahmat Allah yang terlimpah, yang menderas melunakkan dan menghibur hatinya. Ya..bukan lagu yang populer di tv atau radio yang menjadi senandung anak-anaknya, tetapi ayat ayat suci Al Quran.
Dan sampailah dia pada satu waktu, saat terbaring sakit disalah satu kamar rumahnya, terdengar lembut mengalun dari arah kamar tamunya, muroja’ah surah Ar Rahman dari salah seorang putranya. Lantunan ayat demi ayat, bagai hembusan sejuk bergelombang datang basuh batinnya, kalahkan segala rasa sakit yang mendera jasad..Terngiang-ngiang arti salah satu ayatnya yang berulang: Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
………………..

Pelajaran hidup berikut ini sedikit berbeda daripada dua kisah diatas yang insya Allah akan mengajak kita naik ke jenjang yang lebih tinggi untuk memaknai laku yang mendahului tindakan.. Anak anak pada umumnya sangat menyukai gula-gula. Dan menjadi kelaziman bahwa orang tua mereka adalah pintu gerbang perizinan masuknya anak-anak ke dunia gula-gula tersebut. Katakanlah jika sehari makan satu dua biji itu masih dalam kewajaran, dan beberapa orang tua bahkan membatasi anak-anaknya untuk tidak setiap hari makan gula-gula dengan alasan utama adalah tidak baik untuk kesehatan gigi. Selanjutnya, mari kita menuju satu pulau di Jawa Timur, yaitu Madura untuk mengambil hikmah dari perjuangan seorang bapak yang mempunyai putra pecinta gula-gula yang sangat. Bapak ini sangat cemas melihat keseharian anaknya yang doyan banget makan gula-gula. Tidak hanya kesehatan gigi yang dia khawatirkan, lebih dari itu adalah kesehatan anaknya. Berbagai upaya yang dia lakukan untuk menghentikan kebiasaan mulut penuh gula-gula anak semata wayangnya namun belum juga ada yang mujarab. Sampai kemudian bapak itu mengajak anaknya untuk bersilahturahim ke seorang Kyai karismatik di Bangkalan. Setelah beruluk salam, sang kyai membimbing tamunya masuk rumah, dan si bapakpun menceritakan ikhwal ketagihan gula-gula pada anaknya. Kemudian sambil tersenyum Kyai tersebut berkata ke si anak, “Kamu jangan makan gula-gula ya!”
“Ya mbah”, jawab si anak dengan hormat.
Setelah hajat tersampaikan maka bapak anak tersebut pamitan dan pulang ke rumah. Hari-hari berlalu sang bapak sangat bersyukur karena anaknya sudah tidak lagi minta gula-gula, walaupun begitu kekhawatiran bapak ternyata masih ada juga. Anaknya kini menjadi pembenci semua makanan yang mengandung gula, tidak hanya gula-gula! Anaknya sekarang tidak mau makan atau minum semua yang mengandung unsur gula. Bisa ditebak, langkah berikutnya yang diambil adalah sowan lagi ke mbah Kyai bersama si anak. Kyai tersebut kemudian berkata singkat lagi, “Kamu makan gula sedang-sedang saja!”. “Ya mbah”, sambil si anak mengangguk. Saat akan pamitan pulang, si bapak penasaran sekali kenapa kata-kata mbah Kyai begitu dituruti oleh anaknya. Kita pasti akan punya jawaban beragam jika pertanyaan bapak itu tertuju pada kita. Yang paling umum karena beliau Kyai, menjaga diri maksiyat, dan dekat dengan Allah sehingga doanya akan lebih mudah diijabah oleh Allah..berbeda mungkin dengan si bapak. Ya, mungkin itu adalah salah satu musababnya, namun menarik perkataan mbah Kyai berikutnya…
“Waktu saya bilang sama anakmu, “Jangan makan gula-gula ya”, sejak saat itu saya tidak makan gula!”
Allah karim… ternyata mbah Kyai punya maksud juga untuk mendidik si Bapak, agar melakukan laku mendahului kata. Dari sini kita juga mendapat hikmah, bagaimana laku pengorbanan yang dilakukan mbah Kyai kepada orang lain yang bukan apa-apanya, bukan anggota keluarganya, apalagi anaknya. Mbah kyai lakukan untuk orang lain yang tidak dikenalnya. Maka kita dikenalkan pengorbanan yang lebih tinggi lagi tingkatannya…
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu."
(QS As-Sajdah (41) ayat 30)

Jazakallah ust. Jonih Rahmat telah berbagi kisah tentang Mbah Kyai. Selamat mengikuti workshop menulis untuk sahabat Kamil Pascasarjana Itb, semoga ilmunya barokah dan menjadi karya sesudahnya..