Tentang Laku dahului Tutur :
Marilah untuk sejenak kita bertamasya dan beraduk ikutan dengan penggalan hikmah Laku dahului tutur berikut...
Pagi itu, selepas lenggang subuh di sebuah masjid kampus yang telah
sepi, keluarlah seorang anak muda. Tanpa sepengetahuannya, dibelakangnya
ada sosok lain yang mengikutinya keluar dari masjid dan terus
memperhatikan anak muda tersebut. Seorang bapak yang umurnya beberapa
tahun diatasnya. Bapak ini pada detik berikutnya terpaku dalam diam saat
menyaksikan pemuda didepannya mulai punguti dan memasukkan ke kotak
sampah, satu persatu plastik-plastik bekas bungkus ta’jil maupun
botol-botol minuman yang berserakan di halaman masjid itu. Selesai satu
jengkal, dia telisik lagi jengkal lain disekitar halaman masjid kampus
itu. Mata pemuda itu, seakaan mata elang diangkasa yang mencari mangsa
di setiap ceruk dari perbukitan yang dilintasinya..Pemuda itu seakan
begitu khawatir jika masjid itu masih terhias oleh serakan sampah.
Bapak dibelakangnya, dalam beberapa detik mengalami kebingungan yang
sangat, saat tanpa dia sadar dengan sepenuhnya, tangannya terjulur juga
mengikuti apa yang dilakukan pemuda didepannya. Dia juga punguti plastik
dan sampah yang terdekat dari tempat berdirinya. Setelah beberapa menit
berlalu, akal sehatnya mulai bekerja dengan normal kembali, dan dia
cerna sebisa mungkin kejadian didepannya, mulai saat itu tertanam azam
yang kuat bahwa sepanjang hidupnya, sebisanya, dia akan punguti plastik
atau botol yang tersapu matanya dan terlewati langkah kakinya.
Ternyata tindakan tanpa kata-katapun dapat mempengaruhi orang lain dengan dahsyat.
…......................
Ada kebiasaan yang sebisa mungkin dijaga dan dilakukan oleh seorang
bapak begitu dia lewati pintu depan rumahnya, sepulangnya dari sholat
fardhu. Membuka mushaf Al Quran, kemudian membacanya, dan menghafal atau
mengulangi hafalan… yang bahasa sononya muroja’ah. Kesemuanya dia
niatkan untuk Allah dan sangat berharap tersebab karenanya Allah
limpahkan kasih sayangNya untuk dua hal: Orang tuanya nanti bermahkota
dan berjubah indah di kehidupan berikutnya dan yang kedua, menjadi
ikutan anak keturunannya untuk cintai Al Quran. Apapun suasana
rumahnya..sepi dan tiada yang melihat, saat anak-anaknya masih lelap.
Maupun gaduh, saat anak-anaknya “sibuk” berlari sana sini, kebiasaan
datang dan membuka mushaf Al Quran itu sekuat mungkin dia jaga.
Menariknya hanya di satu waktu saja dia berkata-kata untuk mengajak
anak-anaknya mengaji…yaitu selepas sholat maghrib, dilain waktunya dia
hanya berkeyakinan bahwa hati dan ruh anak-anaknya tetap mendengarkan
dan simaki lantunan ayat ayat Al Quran walau mata mereka terpejam.
Hari demi hari berlalu, anak-anaknyapun bertumbuh dan dia mulai
merasakan rahmat Allah yang menerus terlimpah kepada keluarganya. Bukan
harta benda yang bertambah di rumahnya, bukan rekening tabungan yang
digitnya bertambah panjang, juga bukan mobil yang bertambah bilangannya
yang dia rasakan sebagai rahmat Allah padanya. Akan tetapi rahmat Allah
itu sangat terasakan olehnya justru saat anak-anaknya merapal hafalan
Al Quran di dalam kendaraannya menuju sekolah di pagi hari. Dia simaki
dan nikmati setiap bacaannya, yang baginya adalah rahmat Allah yang
terlimpah, yang menderas melunakkan dan menghibur hatinya. Ya..bukan
lagu yang populer di tv atau radio yang menjadi senandung anak-anaknya,
tetapi ayat ayat suci Al Quran.
Dan sampailah dia pada satu waktu,
saat terbaring sakit disalah satu kamar rumahnya, terdengar lembut
mengalun dari arah kamar tamunya, muroja’ah surah Ar Rahman dari salah
seorang putranya. Lantunan ayat demi ayat, bagai hembusan sejuk
bergelombang datang basuh batinnya, kalahkan segala rasa sakit yang
mendera jasad..Terngiang-ngiang arti salah satu ayatnya yang berulang:
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
………………..
Pelajaran hidup berikut ini sedikit berbeda daripada dua kisah diatas
yang insya Allah akan mengajak kita naik ke jenjang yang lebih tinggi
untuk memaknai laku yang mendahului tindakan.. Anak anak pada umumnya
sangat menyukai gula-gula. Dan menjadi kelaziman bahwa orang tua mereka
adalah pintu gerbang perizinan masuknya anak-anak ke dunia gula-gula
tersebut. Katakanlah jika sehari makan satu dua biji itu masih dalam
kewajaran, dan beberapa orang tua bahkan membatasi anak-anaknya untuk
tidak setiap hari makan gula-gula dengan alasan utama adalah tidak baik
untuk kesehatan gigi. Selanjutnya, mari kita menuju satu pulau di Jawa
Timur, yaitu Madura untuk mengambil hikmah dari perjuangan seorang bapak
yang mempunyai putra pecinta gula-gula yang sangat. Bapak ini sangat
cemas melihat keseharian anaknya yang doyan banget makan gula-gula.
Tidak hanya kesehatan gigi yang dia khawatirkan, lebih dari itu adalah
kesehatan anaknya. Berbagai upaya yang dia lakukan untuk menghentikan
kebiasaan mulut penuh gula-gula anak semata wayangnya namun belum juga
ada yang mujarab. Sampai kemudian bapak itu mengajak anaknya untuk
bersilahturahim ke seorang Kyai karismatik di Bangkalan. Setelah beruluk
salam, sang kyai membimbing tamunya masuk rumah, dan si bapakpun
menceritakan ikhwal ketagihan gula-gula pada anaknya. Kemudian sambil
tersenyum Kyai tersebut berkata ke si anak, “Kamu jangan makan gula-gula
ya!”
“Ya mbah”, jawab si anak dengan hormat.
Setelah hajat
tersampaikan maka bapak anak tersebut pamitan dan pulang ke rumah.
Hari-hari berlalu sang bapak sangat bersyukur karena anaknya sudah tidak
lagi minta gula-gula, walaupun begitu kekhawatiran bapak ternyata masih
ada juga. Anaknya kini menjadi pembenci semua makanan yang mengandung
gula, tidak hanya gula-gula! Anaknya sekarang tidak mau makan atau minum
semua yang mengandung unsur gula. Bisa ditebak, langkah berikutnya yang
diambil adalah sowan lagi ke mbah Kyai bersama si anak. Kyai tersebut
kemudian berkata singkat lagi, “Kamu makan gula sedang-sedang saja!”.
“Ya mbah”, sambil si anak mengangguk. Saat akan pamitan pulang, si bapak
penasaran sekali kenapa kata-kata mbah Kyai begitu dituruti oleh
anaknya. Kita pasti akan punya jawaban beragam jika pertanyaan bapak itu
tertuju pada kita. Yang paling umum karena beliau Kyai, menjaga diri
maksiyat, dan dekat dengan Allah sehingga doanya akan lebih mudah
diijabah oleh Allah..berbeda mungkin dengan si bapak. Ya, mungkin itu
adalah salah satu musababnya, namun menarik perkataan mbah Kyai
berikutnya…
“Waktu saya bilang sama anakmu, “Jangan makan gula-gula ya”, sejak saat itu saya tidak makan gula!”
Allah karim… ternyata mbah Kyai punya maksud juga untuk mendidik si
Bapak, agar melakukan laku mendahului kata. Dari sini kita juga mendapat
hikmah, bagaimana laku pengorbanan yang dilakukan mbah Kyai kepada
orang lain yang bukan apa-apanya, bukan anggota keluarganya, apalagi
anaknya. Mbah kyai lakukan untuk orang lain yang tidak dikenalnya. Maka
kita dikenalkan pengorbanan yang lebih tinggi lagi tingkatannya…
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah'
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan), 'Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh)
surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu."
(QS As-Sajdah (41) ayat 30)
Jazakallah ust. Jonih Rahmat telah berbagi kisah tentang Mbah Kyai. Selamat mengikuti workshop menulis untuk sahabat Kamil Pascasarjana Itb, semoga ilmunya barokah dan menjadi karya sesudahnya..