Tentang Kampus..
Mengikuti dan
memperbandingkan sebuah rapat pertanggung jawaban kepengurusan
organisasi (LPJ) dan sidang pertanggung jawaban tugas akhir mahasiswa
memberikan buah hikmah yang bisa dipetik disana-sini.
Kita
mulai dari yang organisasi dahulu. Organisasinya non profit, dengan
operasional pendanaan berasal dari pengurus dan infaq tidak rutin
anggotanya, dengan pengurus adalah mahasiswa
semua, sudah jamak bahwa prioritas utama mahasiswa adalah kuliah dan
riset di lab, baru kemudian organisasi non profit itu. Berkaca dari
kegiatan serupa setahun yang lalu, Asumsi awal saya tentang jalannya
rapat adalah ragam tanggapan positif dari peserta, dengan masukan
pendapat, ide, dan terobosan2 yang menarik bagi keberlangsungan dan
perbaikan organisasi tersebut kedepan. Pada kenyataannya rapat berjalan
riuh antara Pengurus dengan peserta rapat, saling tanggap menanggapi
mencari pembenaran masing-masing terjadi didalamnya. Yang pengurus
berargumentasi bahwa itulah yang dapat dikerjakan maksimal dengan segala
keterbatasannya, sedangkan yang peserta berhujah bahwa pengurus belum
bersungguh-sungguh bekerja. Uniknya, sebagian besar yang mengkritisi LPJ
justru adalah wajah-wajah baru yang mungkin belum pernah merasakan
secara langsung kegiatan apalagi terlibat dari nol proses berjalannya
suatu kegiatan yang diadakan oleh si organisasi, jadi sangat mungkin
kritikusnya berangan dengan “organisasi ideal” versi alam bawah
sadarnya. Akhirnya setelah berjalan beberapa lama dan keterbatasan waktu
jualah, maka kata2 klasik nan sudah jadi budaya, yang menurut saya
kurang baik, akhirnya muncul...terdengar juga kata “Sudah baik
TAPI..bla..bla..bla..”(yang ini sudah lebih halus), bandingkan dengan
“Saya tidak menerima Laporan ini TAPI...bla..bla..bla...” yang juga
muncul beberapa detik sebelumnya. Sengaja kata tapi dalam huruf kapital
(Hehe..langsung ingat kalau ada kalimat yg unik nan khas muncul di
budaya klasik dunia perdebatan). Kalau menurut saya mungkin akan lebih
membahagiakan para pengurus kalau kata-katanya, “Sudah baik, dan
alangkah lebih baik jika ditambah..bla..bla..bla”. Tapi kata-kata yang
terakhir ini mensyaratkan kecerdasan emosional dan spiritualnya tinggi
dari penutur.. (ah jadi ingat percakapan ditengah malam antar Imam Ahmad
dengan Harun ibn Abdillah Al Baghdadi).
Tentang memulai berbudaya
santun, Kalau bukan kita sebagai produk kampus..., siapa lagi yang bisa
masyarakat harapkan? Dicukupkan sampai disini ttg rapat LPJ.
Tentang sidang Tugas akhir, yang satu ini, alam bawah sadar saya sudah
memberi informasi berlimpah. Karena sebagai dosen pasti menguji, dan
dulupun sebagai mahasiswa juga pernah diuji. Terbayang suasana seram,
dingin dan rentetan pertanyaan penurun mental bagi sang mahasiswa. Di
tempat saya belajar sekarang, dua kali sudah menjadi pengamat, ternyata
keadaannya sangat berbeda dengan asumsi awallnya. Bahasa santun penguji
saat meminta konfirmasi tulisan si mahasiswa, plus kata2, “Yang ini
lebih baik begini..” atau “lebih baik ditampilkan dan dilengkapi dengan
...bla...bla...”. Suasana hangatpun terjalin antara penguji dan
pembimbing, sehingga terkadang penguji dan pembimbing asyik diskusi, dan
si mahasiswa senyum2 saja menikmati momen indahnya yang beberapa menit
itu. Efek dari hal kecil ini ternyata luar biasa, si mahasiswa akan
tampil dengan tenang, dan mencernai setiap kejadiannya, dan saat nanti
tiba saatnya dia menjadi dosen, iapun akan memberikan perlakuan sama
seperti dahulu pendahulunya telah mencontohi. Elok rupawan yang
mencontohi, tiada terhalang pahala dari yang meneladani.
Semoga dikuatkan ikhlas dalam berukhuwah, berkendara sabar dalam
perjalanan panjang berombongan, sedang menuju kemuliaan, bukan telah
sampai di kemuliaan.
No comments:
Post a Comment